"Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Hendaklah seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha supaya tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang as-siddiq (amat benar) (HR. Bukhari Muslim)
hadits diatas kiranya tepat untuk dikemukakan pada waktu-waktu sekarang ini, khususnya pada masa kampanye Calon Presiden (Capres) dan pasca masa kampanye Calon Legislatif (Caleg) sekarang. mekanisme kampanye, sebagai bagian dari konsep besar demokrasi, memaksa para calon untuk "berkoar-koar" tentang apa saja rencana yang akan dilakukannya apabila terpilih kelak. apa yang dilakukan para Capres dan Caleg itu ga beda jauh sama salesman, yang nawarin daganganya biar banyak yang suka dan akhirnya "membeli". tapi yang jadi beda ketika jualan para Capres dan Caleg adalah nasib orang banyak, dan untuk mendapatlan amanah.
dengan metode kampanye, resiko untuk salah berbicara sangat besar, karena dalam kampanye orang ga mungkin diem aja, pasti aktif berbicara. sehingga memancing orang untuk menanggapi semua permaslahan (yang belum tentu dia kuasai), dan memberikan janji-janji karena ingin sekali untuk dipilih (walaupun belum tentu bisa merealisasikannya). sebenernya konsep kampanye ini sudah menelan banyak korban, mudah saja diambil buktinya. pertama, forum kampaye kerap digunakan untuk jual janji, yang terbukti pada pemuli sebelumnya sering tidak terlaksana. hal tersebut berdampak kepada kondisi masyarakat sekarang ketika ada forum kampanye, kalo ga ada dangdut atau doorprize, ga akan laku tuh forum. kedua, sudah banyak para caleg yang bankrut bahkan gila, gara-gara ngegelontorin banyak uang buat yang namanya kampanye, dan hasilnya nol besar.
fenomena masyarakat itu sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh ajaran Islam. seperti apa yamh dikemukakan oleh aa'Gym pada ceramahnya, "pada hakikatnya manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut, yang berarti harus lebih banyak mendengar daripada bicara, agar apa yang dibicarakan menjadi lebih bermakna." sehingga kita harus berhati-hati dalam menjaga lisan, jangan bicara kecuali benar dan bermanfaat, karena setiap patah kata akan didengar oleh Allah dan harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak. (serem kan?! makanya...)
dalam menjaga lisan ini setidaknya ada empat cara yang bisa dilakukan :
pertama, perkataan harus benar, yaitu sesuai dengan realitas dan tidak ditambah atau dikurangi. dalam hal ini jelas kalau obyeknya adalah masyarakat, ya harus mau terjun ke masyarakat, baik lewat penelitian atau pergaulan keseharian.
kedua, tepat dalam berkata-kata, khususnya dari aspek situasi dan kondisi. karena tidak semua orang punya kondisi yang sama, kalau berbicara dengan masyarakat awam jelas ga bisa pake cara berbicara dengan para ahli.
Ketiga, perhatikan tingkat sensitifitas lawan bicara, jangan sampai apa yang dibicarakan malah membuat suasan menjadi tidak baik, yang berarti kita telah memberikan kekacauan pada masyarakat.
dan keempat, pastikan perkataan kita bermanfaat. hal terakhir inilah yang sering menjadi kelemahan dalam proses kampanye sekarang ini, dimana syahwat lisan lebih dahulu disalurkan.
penjelasan diatas memang mengeluarkan pertanyaan baru, yaitu "terus gimana donk kalo ga kampanye? ga kepilih donk? kan jalan pemilu juga potensial buat dakwah?"
menurut saya, orang yang ikut berkampanye dengan gaya sekarang (promosi diri lewat forum publik atau media2) sudah terbawa permainan pasar, dan membiarkan masyarakat memilih dengan selera pasar juga, atau pemilih memutuskan untuk golput ketika dia sadar kalau semua ini adalah permainan pasar saja.
so, sudah saatnya gaya kampanye diubah, karena bukan berarti kalo ga lewat media2 dan forum publik seperti sekarang lantas tidak terpilih. sudah saatnya masyarakat Indonesia dilatih untuk memilih dengan hati dan kepercayaan penuh pada wakil pilihannya tersebut. kondisi tersebut dapat diwujudkan dengan cara para Caleg atau Capres yang mendahulukan pelayanan kepada masyarakat, dibandingkan mencalonkan diri. rekam jejak disini sangat penting, dimana orang kenal bukan karena janji-janjinya yang belum tentu benar, tetapi orang kenal karena jasanya yang telah terlaksana dan/atau karena kepribadiannya yang dapat dipercaya. kalau seorang caleg atau capres sudah punya rekam jejak yang baik, niscaya masyarakat akan memilihnya dengan hati dan kepercayaan tinggi. sehingga tidak perlu lagi mengobral janji tanpa garansi, yang juga bentuk konkrit dari usaha dalam menjaga lisan.
tentunya jalan yang baik, termasuk jalan dakwah, harus dimulai dengan awal yang baik pula. sehingga proses bernegara yang baik pun harus diawali dengan proses pemilu dan kampanye yang baik pula. jangan sampai proses pemuli hanya akan menghasilkan para wakil rakyat yang tidak diridhoi oleh Allah SWT karena tidak mampu menjaga lisan dan amanahnya.
sebagai penutup, tepat kiranya dikemukakan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
dengan metode kampanye, resiko untuk salah berbicara sangat besar, karena dalam kampanye orang ga mungkin diem aja, pasti aktif berbicara. sehingga memancing orang untuk menanggapi semua permaslahan (yang belum tentu dia kuasai), dan memberikan janji-janji karena ingin sekali untuk dipilih (walaupun belum tentu bisa merealisasikannya). sebenernya konsep kampanye ini sudah menelan banyak korban, mudah saja diambil buktinya. pertama, forum kampaye kerap digunakan untuk jual janji, yang terbukti pada pemuli sebelumnya sering tidak terlaksana. hal tersebut berdampak kepada kondisi masyarakat sekarang ketika ada forum kampanye, kalo ga ada dangdut atau doorprize, ga akan laku tuh forum. kedua, sudah banyak para caleg yang bankrut bahkan gila, gara-gara ngegelontorin banyak uang buat yang namanya kampanye, dan hasilnya nol besar.
fenomena masyarakat itu sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh ajaran Islam. seperti apa yamh dikemukakan oleh aa'Gym pada ceramahnya, "pada hakikatnya manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut, yang berarti harus lebih banyak mendengar daripada bicara, agar apa yang dibicarakan menjadi lebih bermakna." sehingga kita harus berhati-hati dalam menjaga lisan, jangan bicara kecuali benar dan bermanfaat, karena setiap patah kata akan didengar oleh Allah dan harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak. (serem kan?! makanya...)
dalam menjaga lisan ini setidaknya ada empat cara yang bisa dilakukan :
pertama, perkataan harus benar, yaitu sesuai dengan realitas dan tidak ditambah atau dikurangi. dalam hal ini jelas kalau obyeknya adalah masyarakat, ya harus mau terjun ke masyarakat, baik lewat penelitian atau pergaulan keseharian.
kedua, tepat dalam berkata-kata, khususnya dari aspek situasi dan kondisi. karena tidak semua orang punya kondisi yang sama, kalau berbicara dengan masyarakat awam jelas ga bisa pake cara berbicara dengan para ahli.
Ketiga, perhatikan tingkat sensitifitas lawan bicara, jangan sampai apa yang dibicarakan malah membuat suasan menjadi tidak baik, yang berarti kita telah memberikan kekacauan pada masyarakat.
dan keempat, pastikan perkataan kita bermanfaat. hal terakhir inilah yang sering menjadi kelemahan dalam proses kampanye sekarang ini, dimana syahwat lisan lebih dahulu disalurkan.
penjelasan diatas memang mengeluarkan pertanyaan baru, yaitu "terus gimana donk kalo ga kampanye? ga kepilih donk? kan jalan pemilu juga potensial buat dakwah?"
menurut saya, orang yang ikut berkampanye dengan gaya sekarang (promosi diri lewat forum publik atau media2) sudah terbawa permainan pasar, dan membiarkan masyarakat memilih dengan selera pasar juga, atau pemilih memutuskan untuk golput ketika dia sadar kalau semua ini adalah permainan pasar saja.
so, sudah saatnya gaya kampanye diubah, karena bukan berarti kalo ga lewat media2 dan forum publik seperti sekarang lantas tidak terpilih. sudah saatnya masyarakat Indonesia dilatih untuk memilih dengan hati dan kepercayaan penuh pada wakil pilihannya tersebut. kondisi tersebut dapat diwujudkan dengan cara para Caleg atau Capres yang mendahulukan pelayanan kepada masyarakat, dibandingkan mencalonkan diri. rekam jejak disini sangat penting, dimana orang kenal bukan karena janji-janjinya yang belum tentu benar, tetapi orang kenal karena jasanya yang telah terlaksana dan/atau karena kepribadiannya yang dapat dipercaya. kalau seorang caleg atau capres sudah punya rekam jejak yang baik, niscaya masyarakat akan memilihnya dengan hati dan kepercayaan tinggi. sehingga tidak perlu lagi mengobral janji tanpa garansi, yang juga bentuk konkrit dari usaha dalam menjaga lisan.
tentunya jalan yang baik, termasuk jalan dakwah, harus dimulai dengan awal yang baik pula. sehingga proses bernegara yang baik pun harus diawali dengan proses pemilu dan kampanye yang baik pula. jangan sampai proses pemuli hanya akan menghasilkan para wakil rakyat yang tidak diridhoi oleh Allah SWT karena tidak mampu menjaga lisan dan amanahnya.
sebagai penutup, tepat kiranya dikemukakan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya" (HR. Bukhari Muslim).
Sumber : http://www.taushiyah-online.com/index.php?page=taushiyah/detail_Tausyiah&idT=181
Sumber : http://www.taushiyah-online.com/index.php?page=taushiyah/detail_Tausyiah&idT=181
Tidak ada komentar:
Posting Komentar