2009/10/16

BUDAYA SEBAGAI KENDARAAN SEPARATISME

Pertengahan
tahun 2007, Indonesia dikejutkan oleh dua insiden yang mengarah pada perpecahan
bangsa. Pertama, insiden “Tarian Cakalele” dalam
Pembukaan Hari Keluarga Nasional ke XIV di Ambon, Maluku
.
Kedua, insiden
pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di penjara Abepura dalam
perayaan hari ulang tahun OPM. Bila dikaitkan dengan keadaan bangsa Indonesia
yang heterogen dalam aspek budaya, secara pandangan sempit, memang bisa
dikatakan bahwa budaya menjadi alasan RMS dan OPM untuk memisahkan diri dari
Indonesia mengingat anggota RMS dan OPM berasal dari satu wilayah dan
kebudayaan yang tidak jauh berbeda bahkan bisa dikatakan sama. Namun, apakah
itu benar? Dan mengapa insiden itu baru terjadi setelah 62 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia merdeka?

untuk mengetahui jawabannya, harus melihat terlebih dahulu sejarah yang ada. terutama sejarah para penguasa yang berkuasa di Indonesia yang terbagi dalam 3 zaman, yaitu Orde Lama, Orda baru, dan Era Reformasi. yang sama dari ketiganya adalah para penguasa zaman itu tau betul bahwa keragaman budaya Indonesia sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa apabila sedikit saja ada masalah yang timbul dalam kelompok mereka yang disebabkan oleh pemerintah pusat. namun yang berbeda adalah cara menanggapinya. Orde Lama mengandalkan Pancasila sevagai dasar negara dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, selain itu dalam masa ini Soekarno, Presiden pada saat itu, diuntungkan dengan keadaan rakyat Indonesia yang masih menikmati euforia kemerdekaan ndonesia, dimana rasa senasib sepenanggungannya masih sangat terasa sebagai satu kesatuan Indonesia. namun ternyata Pancasila tidak cukup kuat untuk mempersatukan seluruh wilayah Indonesia sehingga pada akhir masa Orde lama, dengan ditambah krisi ekonomi, mulai muncul pemberontakan-peemberontakan dimana-dimana dan memuncak dalam peristiwa berdarah G30 S/PKI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar