2009/10/22

Eksistensi Pendidikan Tinggi Pada Masa Reformasi

Pendahuluan

Manusia membutuhkan pendidian dalam kehidupannya. Secara umum, Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Pendidikan membuat seorang manusia memiliki kemampuan kritisan dan kemampuan untuk memahami apa yang ada dalam realitas. Sedagkan Dewey mengannggap pendidikan sebagai proses transformasi sosial ke arah yang lebih baik. Pendidikan menurutnya bukanlah tujuan, melainkan perkembangan tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri. Pendidikan menurutnya tidak berbicara mengenai angka, melainkan nilai. Upaya dan keinginan manusia untuk mempelajari ilmu lebih tinggi dilatarbelakangi oleh keinginan akan perubahan dan kebangkitan bangsa. Kesadaran sebagai bangsa yang mengalami ketertinggalan akibat dijajah ratusan tahun menimbulkan motivasi untuk menjadi bangsa yang lebih maju. Pendidikan tinggi menjadi sarana untuk mencapai hal itu

Sejak permulaan awal bangsa ini ada, ketika kolonialisme masih berkuasa, kehadiran para founding father Indonesia pun merupakan bentukan dari pendidikan tinggi saat itu. Mahasiswa yang pada mulanya hanya ratusan, setelah kemerdekaan 1945 jumlahnya meningkat. Bahkan setelah 1961, jumlahnya menjadi jutaan. Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi.

Bangsa Indonesia pada saat ini sedang menjalani satu fase atau masa waktu yang dinamakan masa Reformasi. Terhitung sejak tahun 1998, Bangsa Indonesia mulai memasuki satu tahap baru, dimana nilai-nilai kemasyarakatan modern, terutama demokrasi, mulai masuk dan terinternalisasi dalam masyarakat Indonesia. Dalam masa Reformasi tersebut ada kecenderungan masyarakat luas ingin mengadakan reformasi di segala aspek kehidupan. Istilah reformasi, restrukturisasi atau reorganisasi sangat sering di kumandangkan, baik oleh masyarakat, Pemerintah, cendikiawan, maupun para pihak asing.

Perubahan yang terjadi pada masa Reformasi sangatlah besar dan mendasar, dan terjadi hampir merata dalam segala bidang, termasuk bidang pendidikan tinggi. Perlu diakui bahwa momentum awal terjadinya masa Reformasi dibarengi dengan terjadinya krisis dalam segala bidang, yaitu ekonomi, politik maupun sosial. Pembangunan nasional mengalami kemunduran besar, dan seakan-akan kita akan memulai dari awal lagi. Sehingga, kondisi ini pula lah yang mendukung dilakukannya reformasi di segala bidang, termasuk pendidikan tiggi.

Kondisi Sosial dan Tantangan

Terkait dengan pembicaraan mengenai pendidikan tinggi pada masa Reformasi saat ini di Indonesia, perlu terlebih dahulu dikemukakan kondisi-kondisi sosial yang mempengaruhi, dan penting untuk diperhatikan dalam proses melakukan reformasi dalam pendidikan tinggi. Setidaknya terdapat tiga faktor lingkungan strategis yang perlu diperhitungkan dalam pengembangan pendidikan tinggi di masa depan, yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan nasional dan globalisasi.

Faktor pertama ialah Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan sangat cepat. Jarak waktu antara penemuan & penerapan iptek menjadi sangat pendek. Kecanggihan perkembangan iptek tersebut dibarengi dengan penerapannya yang semakin intensif untuk kegiatan industri, bisnis maupun keperluan rumah tangga lainnya. Sehingga menimbulkan kondisi masyarakat yang menjadi semakin dinamis. Kondisi ini janganlah dipandang sebagai suatu ketertinggalan, tetapi hendaklah dipandang sebagai suatu modal pengembangan perguruan tinggi kedepan, dimana pendidikan tinggi di Indonesia harus dapat mengikuti bahkan mendahului perkembangan dan penerapan iptek yang ada.

Faktor kedua ialah pembangunan nasional yang harus menjadi tujuan utama dari diselenggarakannya pendidikan di Indonesia. Munculnya masa Reformasi yang dibarengi dengan adanya krisis multidimensi di Indonesia menimbulkan banyak akibat, salah satunya adalah Pembangunan nasional yang mengalami kemunduran besar, dan seakan-akan kita akan memulai dari awal lagi. Kita perlu mengembangkan paradigma baru, mengadakan pilihan-pilihan baru, dan tidak mengurangi kesalahan masa lampau.

Faktor ketiga ialah globalisasi yang sudah menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan tinggi Indonesia, terutama dalam hal peningkatan daya saing bangsa dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Peningkatan daya saing bangsa menjadi sangat penting mengingat hadirnya globalisasi mengakibatkan persaingan menjadi meningkat, namun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sulit untuk ikut bersaing, terutama karena masih minimnya modal dan teknologi untuk dapat menciptakan produk-produk yang mampu bersaing secara global. Sehingga, dalam hal ini pendidikan memegang peranan penting untuk menjadikan bangsa Indonesia lebih kompetitif, walaupun dalam kondisi sebagai negara berkembang.

Ketiga faktor diatas haruslah diperhatikan dan dalam penerapannya disesuaikan dengan sistem pendidikan tingi yang telah ada dan telah berkesesuaian dengan ciri khas bangsa Indonesia, terutama dalam hal kegiatan Tridharmanya, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sehingga perguruan tinggi mampu memiliki karakter yang jelas dan hadir sebagai solusi dalam menghadapi tantangan-tantangan pada masa Reformasi.

Reformasi Pendidikan dalam Kerangka Hukum Nasional

Negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga perubahan apapun yang dilaksanakan dalam rangka apapun, harus mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga, disinilah pentingnya membahas konteks perubahan pada pendidikan tinggi, dalam kerangka hukum nasional pada masa Reformasi.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pendidikan tinggi adalah salah satu bidang yang terkena imbas semangat reformasi pasca 1998. Dalam rangka mewujudkan tuntutan reformasi tersebut maka lahirlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dalam penjelasan umum UU tersebut jelas tersurat bahwa kelahiran UU Sisdiknas adalah dalam rangka mengakomodasi tuntutan reformasi, yaitu menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Prinsip-prinsip pendidikan nasional Indonesia pasca Reformasi telah dirumuskan dalam bentuk visi-misi pendidikan nasional, yang tercantum dalam penjelasan umum UU Sisidiknas. Adapun Visi Pendidikan Nasional Indonesia adalah,

”Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”

Khusus mengenai pendidikan tinggi, reformasi kebijakan yang diterapkan berdasarkan kepada lima pilar perguruan tinggi, yaitu kualitas, otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi. Kelima pilar tersebut merupakan paradigma baru pendidikan tinggi Indonesia. Konsep “paradigma baru” bagi Perguruan Tinggi di Indonesia bukan murni pemikiran bangsa ini, melainkan merupakan penerjemahan dari kebijakan global yang digawangi oleh UNESCO, yaitu pada “World Declaration on Higher Education for the Twenty-First Century: Vision and Action”. Kebijakan global tersebut disusun di Paris, pada tahun 1998, yang menjelaskan bahwa dalam dunia yang tengah berubah sangat cepat, terdapat kebutuhan mendesak bagi adanya visi dan paradigma baru Perguruan Tinggi. Deklarasi penting inilah yang menjadi sumber utama bagi konsep paradigma baru Perguruan Tinggi di Indonesia.

Kebijakan global diatas telah diadopsi dalam kebijakan Dirjen Dikti, yaitu dalam menyusun Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) III, dna berikutnya KPPT-JP IV. Pada draft KPPT-JP IV (19 Maret 2003), Dirjen Dikti menekankan pentingnya sebuah reformasi dalam pendidikan tinggi, mengingat saat ini dunia sedang berada dalam masa transisi menuju demokrasi modern, desentralisasi, otonomi yang lebih luas, tingginya tingkat kompetisi, ekonomi pasar, dan globalisasi. Ditekankan pentingnya penyesuaian orientasi pendidikan tinggi terhadap perkembangan dunia tersebut. Penyelenggaraan pendidikan tinggi semakin difokuskan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat atau pengetahuan berbasis masyarakat. Tanpa melupakan lima pilar perguruan tinggi yang telah dirintis sejak awal, dirancang pula strategi baru penyelenggaraan pendidikan tinggi, seperti yang tercantum dalam KPPT-JP IV (2003-2010), yaitu : organisasi yang sehat (organizational health), desentralisasi dan otonomi (desentralization and autonomy), dan daya saing bangsa (nation’s competitiveness).

Kesimpulan

Perjalanan pendidikan tinggi Indonesia masih panjang, masih perlu banyak hal yang dikembangankan dengan memanfaatkan potensi yang ada. Kejayaan pendidikan tinggi Indonesia di masa lampau, yang berhasil mencetak ilmu pengetahuan beserta ahli-ahlinya dan pemimpin-pemimpin bangsa, haruslah dimaknai sebagai potensi bangsa yang tidak akan hilang. Namun, hanya perlu perbaikan sistem dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia.

Masa Reformasi menutut perubahan yang mendasar pada pendidikan tinggi. Selain itu, masa reformasi juga membawa tantangan yang tidak mudah, yaitu menghadapi krisis di internal negara Indonesia, dan juga menghadapi tantangan globalisasi dari eksternal negara Indonesia. Sehingga, hal ini menuntut pendidikan tinggi di Indonesia untuk memiliki karakter yang kuat, agar mampu hadir sebagai solusi dalam menyelesaikan krisis yang ada, dan menaikan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi.

Prinsip-prinsip pendidikan pasca reformasi telah dirumuskan dalam bentuk visi-misi pendidikan Indonesia, yang tercantum dalam penjelsan umum UU Sisdiknas, dan konsep lengkap implementasi prinsip-prinsip tersebut dalam pendidikan tinggi pun telah disusun dalam KPPT-JP IV. Namun perlu diakui bahwa pasca 10 tahun lebih reformais bergulir, kebijakan-kebijakan tersebut belumlah mampu meningkatkan pemerataan pendidikan dan daya saing bangsa secara signifikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar