2012/01/27

Cinta dan Cita-Cita

Beberapa hari yang lalu, saya melihat acara Mario Teguh, sang motivator handal, di salah satu TV Nasional. Dalam edisi itu ada seorang penonton yang bertanya tentang "Cinta dan Cita-Cita". Saya pikir, masalah "Cinta dan Cita-Cita" ini sudah jadi hal yang biasa bagi semua orang, atau bisa dibilang, semua orang pernah mengalami deh! Walau dibedakan dengan skala dan konteks makna kedua kata tersebut.

Dalam tayangan itu sang penonton bertanya "lebih baik memilih mana, Cinta atau Cita-Cita?". Tanpa bermaksud mengecilkan pertanyaan sang penonton, tapi pertanyaan itu terdengar klise dan biasa aja. Tapi sejenak saya berpikir tentang jawabannya, ternyata ga semudah mengucapkan pertanyaannya. Ya tepatlah apabila ditanyakan langsung pada sang motivator.

Tanpa berpanjang waktu, Sang Motivator menjawab pertanyaannya dengan panjang lebar, dan menurut saya agak abstrak, tipikal seorang motivator lah, dan memang pertanyaannya tidak disertai contoh kasus. Tapi ada satu poin yang saya tangkap. Dia bilang, "mengapa harus dipisahkan antara Cinta dan Cita-Cita? karena itu akan saling mendukung!". Sepakat!

Dengar jawabannya, saya jadi teringat apa yang terjadi kira2 dua tahun lalu. Ketika itu saya pun (akhirnya) dihadapkan pada "Cinta dan Cita-Cita". Bukan untuk sombong atau narsis, tapi saya harap cerita ini bisa menginspirasi banyak orang, terutama mereka anak muda yang sedang dihadapkan "masalah" yang sama, atau mereka anak muda yang sedang berpikir akan masa depan.

Ketika itu tepat setelah Saya akan menamatkan kuliah, atau sedang mengerjakan skripsi. Saat itu juga ketika saya selesai menunaikan tugas sebagai Ketua salah satu lembaga kemahasiswa di Fakultas dimana saya kuliah. Masa-masa itu terasa sangat berkesan karena baru saja melewati fase yang paling menantang sekaligus melelahkan dalam kehidupan kemahasiswaan saya. Tapi dibalik itu, ada pertanyaan yang membayangi "lalu mau apa kedepan?". Rencana masa depan selalu menjadi hal yang terbayang, maklum dengan kehidupan berorganisasi, saya terbiasa untuk merencanakan jauh-jauh hari apa yang ingin saya lakukan di masa depan, dan memang saat itu sudah ada kondisi dimana rencana masa depan sudah harus ditentukan.

Setelah selesai satu organisasi ternyata ada organisas lain yang menawarkan saya untuk berkontribusi. Organisasi ini cukup bergengsi, pantas kalau saya berpikir ini tantangan, dan jabatannya pun "wah!". Saya sangat tertarik dengan pilihan "Cita-Cita" ini!. Tapi disatu sisi ada pilihan "Cinta" yang menunggu keputusan. Saya mulai dekat lagi dengan seorang "perempuan idaman", teman SMA dulu, yang kali ini sepertinya pikiranku sudah tidak hanya "biasa" saja. Saya ingin memperistrinya, karena dia spesial, dan layak untuk diperlakukan terhormat. Ah! Sulit!

Disini, "Cinta dan Cita-Cita" mulai mempersulit hidup :) . Tapi untunglah, kesulitan yang ada disertai dengan petunjuk-Nya. Saat itu saya membaca suatu buku yang isinya ada beberapa hadits Rasulullah SAW, yang kira-kira menyebutkan "Menikahlah maka kamu akan menjadi kaya". Apabila dipikir dengan logika manusia memang sulit dibuktikan, apalagi secara matematis, karena rezeki itu sudah tak terhitung. Hadits itu kemudian jadi dasar saya untuk mencari dalam Al-Quran tentang rahasia dari menikah. Akhirnya saya dapat Surat ini:

“Dan nikah­kanlah orang–orang yang sen­dirian di an­tara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba–ham­ba sahayamu lelaki dan hamba-hamba sahaya yang per­em­puan, Jika mereka mis­kin Allah akan meng­ayakan mereka dengan karuniaNya. Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur [24] : 32)

Setelah baca Surat An-Nur diatas keyakinan mulai muncul akan "Cinta dan Cita-Cita". Ternyata memang Allah SWT, dalam Al-Quran, menganjurkan hambanya menikah. Jadi kasarnya kalo gitu, "mau ditunda kapanpun gw pasti bakal nikah!". Jadi kenapa ditunda?. Dan dari surat itu juga saya mulai tersadar kalo Cinta dan Cita-Cita bukan dua hal berbeda yang harus dipisahkan, karena apapun cita-cita saya, masih akan bisa tercapai walaupun sudah menikah. Bahkan bukankah akan lebih berwarna dan bersemangat kalau ciupayakan bersama dengan seorang belahan jiwa?. Dengan keyakinan penuh dan Bismillah! Sejak saat itu saya mantapkan hati dan pikiran untuk tidak memilih antara Cinta dan Cita-Cita, menjalankan keduanya (InsyaAllah) akan lebih indah karena janji-Nya.

Akhirnya saya pun menikahi Cinta saya, yang saya yakini akan mampu menjadi belahan jiwa serta sahabat dalam mengarungi setiap susah senang menggapai Cita-Cita. Pernikahan itu terjadi ketika kami berusia 23 tahun, usia yang sangat muda untuk menikah tentunya. Namun belum satu tahun, saya merasakan satu demi satu Cita-Cita saya dapatkan, dan yang paling indah adalah kelahiran putri pertama kami.

Alhamdulillah!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar