Pasca pertemuan dengan Komisi III DPR RI, Pemerintah, melalui Menteri Hukum dan HAM, akhirnya memberikan tanda terkait dengan sikap yang akan diambil dalam menyelamatkan Komisi Yudisial dari kekosongan anggota. Adapun sikap tersebut adalah Pemerintah akan menerbitkan Keputusan Presiden untuk memperpanjang masa jabatan anggota KY, hingga anggota KY baru terpilih. Langkah Pemerintah penting untuk mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, mengingat apapun langkah yang diambil saat ini akan menjadi contoh atau preseden terhadap proses ketatanegaraan di masa yang akan datang. Lalu apakah langkah Pemerintah memilih Keputusan Presiden sebagai solusi sudah tepat?
Masa kerja anggota KY Periode 2005-2010 akan segera berakhir. Anggota KY periode 2005-2010 diangkat melalui Keputusan Presiden No. 1/P/2005 tentang Pengangkatan Anggota Komisi Yudisial 2005-2010 (Keppres No.1/P/2005), dan dilantik oleh Presiden pada tanggal 2 agustus 2005. Dalam Pasal 29 UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY) mengatur bahwa “masa jabatan anggota KY adalah 5 tahun”. Oleh karena itu, masa kerja Anggota KY Periode 2005-2010 akan berakhir pada 2 agustus 2010.
Untuk melaksanakan proses pemilihan anggota KY baru, Pemerintah telah membentuk Panitia Seleksi pemilihan Anggota KY (Pansel) melalui Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Pembentukan Pantia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi Yudisial (Keppres No.5/2010), yang ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 23 April 2010.
Pembentukan Pansel oleh Pemerintah pada bulan April ini sudah dapat dikatakan terlambat, dan hal inilah yang menjadi awal kelalaian Pemerintah dalam melaksanakan UU KY, yang selanjutnya terus terakumulasi hingga akhirnya timbul potensi masalah besar, yaitu kosongnya posisi anggota KY. Pembentukan Pansel dikatakan terlambat karena proses yang disyaratkan oleh Pasal 28 UU KY untuk memilih anggota baru membutuhkan waktu sekitar 7 bulan, sedangkan jangka waktu April hingga berakhirnya masa jabatan anggota KY, yaitu 2 agustus 2010, hanya menyisakan 4 bulan lagi. Sebagai perbandingan, pemilihan anggota KY jilid I memakan waktu 7 bulan. Proses dimulai dari penerbitan Keppres Pembentukan Pansel pemilihan anggota KY (Keppres No.5 tahun 2005) yang ditandatangani pada 17 Januari 2005, dan diakhiri dengan pelantikan anggota KY pada tanggal 2 agustus 2005.
Keterlambatan pembentukan Pansel tersebut ternyata tidak membuat perhatian yang serius dari Pemerintah. Hal tersebut ditunjukan dengan kembali terhambatnya kerja dari Pansel karena Pemerintah tidak langsung mencairkan anggaran bagi Pansel pasca pembentukannya. Proses pencairan dana dari Kementerian Keuangan memakan waktu selama 3 bulan, sampai akhirnya dapat cair pada bulan Juli 2010.
Bukti nyata dari terhambatnya kerja Pansel adalah ketika Pansel KY melakukan perpanjangan masa pendaftaran sebanyak 2 kali berturut-turut, yaitu pada awalnya diagendakan pada tanggal 17 Mei-18 Juni 2010, diperpanjang sampai 18 Juli 2010 , dan kemudian diundur kembali menjadi 8 agustus 2010. Alasan utama dari pengunduran masa pendaftaran tersebut adalah belum adanya dana untuk melakukan sosialisasi masa pendaftaran, terutama yang dilakukan dalam media cetak dan elektronik.
Pengunduran masa pendaftaran sampai tanggal 8 agustus 2010 jelas membuat proses seleksi anggota KY menjadi semakin lama, dan dipastikan akan terjadi kekosongan anggota KY pasca tanggal 2 agustus 2010 dimana anggota KY lama telah berakhir masa jabatannya, sedangkan anggota KY baru belum terpilih. Kekosongan posisi tersebut tentunya akan menyebabkan berhentinya pula aktifitas dari KY, dan menyebabkan tidak berjalannya fungsi dari KY sebagai suatu lembaga lembaga negara, terutama yang berkaitan dengan proses terhadap aduan masyarakat dalam rangka pengawasan hakim.
Sebagai catatan, tiap bulannya KY menerima rata-rata 133 aduan masyarakat terkait dengan pelanggaran dari perilaku hakim. Dari 133 aduan tersebut, ada sekitar 74 aduan yang sesuai dengan kewenangan KY untuk diproses lebih lanjut. Dan setiap bulannya, KY melaksanakan 4 kali pleno, dimana setiap pleno rata-rata berhasil memutuskan 15 aduan, sehingga dalam satu bulan KY dapat menyelesaikan rata-rata 60 aduan masyarakat. Dari data tersebut, dapat diperkirakan bahwa apabila terjadi kekosongan anggota KY, maka tiap bulannya KY akan menumpuk aduan masyarakat sebanyak 60 aduan. Oleh karena itu, apabila kekosongan anggota KY terjadi selama 2 bulan, maka KY telah menumpuk pekerjaan untuk memproses aduan masyarakat sebanyak 120 aduan, dan jumlah tersebut terus terakumulasi tergantung lamanya KY mengalami kekosongan anggota.
Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan anggota KY, pada tanggal 21 Juli 2010 Pemerintah, melalui Menteri Hukum dan HAM, melakukan konsultasi dengan Komisi III DPR. Pasca konsultasi tersebut Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa Pemerintah akan cenderung mengeluarkan Keputusan Presiden tentang Perpanjangan Masa Kerja Anggota KY sebagai solusi dari permasalahan.
PAYUNG HUKUM KEANGGOTAAN KOMISI YUDISIAL
Pasal 24B ayat (4) UUD 1945 mengatur bahwa “Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-undang”. Dalam Pasal 10 huruf a angka 3 UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU NO. 10/2004) disebutkan bahwa materi muatan dari UU adalah mengatur lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang salah satunya mengenai pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara. Oleh karena itu, kemudian dibentuklah UU KY yang mengatur lebih rinci mengenai susunan, kedudukan, dan keanggotaan KY, sesuai amanat dari UUD 1945.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa UU KY mengatur menganai keanggotaan KY, selain susunan dan kedudukan. Namun, dalam pengaturannya, UU KY tidak mengatur lebih khusus mengenai perpanjangan masa kerja anggota. Adapun yang diatur dalam UU KY, terkait dengan keanggotaan dalam kondisi khusus, adalah mengenai pergantian antar waktu atau biasa juga disebut sebagai “pelaksana tugas”. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 37 UU KY, yang menyatakan bahwa:
(1) Dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan Komisi Yudisial, Presiden mengajukan calon anggota pengganti sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah keanggotaan yang kosong kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon Anggota Komisi Yudisial dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dikatakan bahwa UU KY, sebagai payung hukum dari keanggotaan KY, tidak memberikan dasar hukum atau bahkan “celah hukum” sekalipun untuk lahirnya kebijakan, terutama dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mengenai perpanjangan masa kerja anggota.
Dari kondisi diatas, kemudian muncul pertanyaan “apakah tidak adanya pengaturan mengenai perpanjangan masa jabatan anggota dalam UU KY adalah suatu kelalaian yang dari DPR dan Presiden ketika membentuk UU KY?” pertanyaan ini penting untuk dikemukakan, mengingat tidak adanya klausul mengenai perpajangan masa jabatan dalam UU KY belum tentu merupakan suatu kelalaian, melainkan bisa saja dilakukan secara sadar atau terencana oleh para pembentuk UU.
Perlu diketahui dalam hal ini bahwa wacana pengaturan mengenai perpanjangan masa jabatan anggota KY sebenarnya tertuang dalam pembahasan naskah akademik RUU KY yang disusun oleh Mahkamah Agung. Dalam Naskah Akademik tersebut dijelaskan bahwa:
“walaupun telah ditentukan masa jabatan yang fix tersebut, UU perlu mengatur bahwa walau masa jabatan telah lewat, jika anggota KY yang baru belum terpilih, maka anggota KY yang lama masih tetap menjalankan fungsinya sampai dengan terpilihnya anggota yang baru”.
Penjelasan terkait dengan perpanjangan masa jabatan anggota dalam naskah akademik tersebut kemudian dirumuskan dalam salah satu pasal dalam RUU KY versi Mahkamah Agung, yaitu pada pasal 25 ayat (2), yang menyebutkan bahwa “Anggota Komisi yang habis masa jabatannya dapat terus menjabat sampai terpilihnya anggota baru”.
Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya wacana mengenai perpanjangan masa jabatan anggota sudah tercetus dalam pembahasan RUU KY, dan hal tersebut menandakan bahwa ketiadaan klausul mengenai perpanjangan masa jabatan anggota adalah suatu hasil dari proses pembahasan antara DPR dan Presiden sebagai pembentuk UU. Dilain sisi, analisa tersebut diperkuat pula dengan temuan bahwa di UU yang sejenis dengan UU KY, yang mengatur mengenai suatu lembaga, seperti KPK, KPU, atau LPSK, pengaturan mengenai perpanjangan masa jabatan anggota juga tidak diatur.
Lalu apa argumentasi dari tidak diaturnya pengaturan mengenai perpanjangan masa jabatan anggota tersebut? Dalam Pasal 3 UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme disebutkan beberapa asas penyelenggaraan negara, yang salah satunya adalah asas profesionalitas. Hal inilah yang dapat dijadikan argumentasi yang mendasar dari tidak diaturnya klausul mengenai perpanjangan masa jabatan anggota. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa penyelenggaraan negara (termasuk juga eksekutif) haruslah profesional dalam menyelenggarakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan tidak adanya payung hukum untuk mengatur mengenai perpanjangan masa jabatan anggota KY, maka hal tersebut sudah menutup sama sekali peluang untuk lahirnya kebijakan, terutama pembentukan Perpu dan/atau Keppres, yang akan mengatur mengenai perpanjangan masa jabatan anggota KY. Kecuali apabila dilakukan revisi terhadap payung hukum tersebut, yaitu UU KY.
PEMBENTUKAN KEPPRES DAN KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL
Solusi yang tercetus dalam konsultasi antara Pemerintah dan Komisi III DPR memang sudah bisa diperkirakan sebelumnya, mengingat pembentukan Keppres adalah jalan keluar paling cepat atau instan untuk mengatasi potensi permasalahan yang terjadi. Selain itu, Keppres (dan Perppu) juga kerap dijadikan “obat” bagi kelemahan manajemen Pemerintah yang masih belum profesional dalam bekerja. Penggunaan Keppres dan Perpu untuk memperpanjang kepengurusan suatu lembaga, dikarenakan adanya keterlambatan pembentukan kepengurusan yang baru, sudah pernah dialami setidaknya oleh dua lembaga, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun, apakah preseden tersebut lantas dapat dipakai untuk melakukan hal yang sama terhadap KY? jelas jawabannya tidak. Karena dari segi kedudukan dari ketiga lembaga tersebut, jelas KY lebih tinggi dibandingkan dengan KPPU atau KPI. Pembentukan KY dan pengaturan kewenangannya langsung diatur melalui UUD NRI 1945 , sedangkan KPPU dan KPI dibentuk berdasarkan UU , bahkan dalam Pasal 30 ayat (3) UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur bahwa “KPPU bertanggungjawab kepada Presiden”.
PERAN DPR DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN
Adapun peran DPR yang dapat dijalankan yaitu menyangkut kepada dua dari tiga fungsi yang dimilikinya, yaitu fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Dalam hal fungsi pengawasan, menurut Pasal 70 ayat (3) UU No.27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) disebutkan bahwa fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, DPR sudah harus memanggil Pemerintah untuk guna meminta keterangan akan kelalian yang dilakukannya dalam menjalankan UU KY. Selain itu, DPR pun seharusnya tetap menjaga agar proses pemilihan anggota KY dapat berakhir sebelum tanggal 2 agustus 2010, karena walaubagaimanapun kondisi itulah yang tidak melanggar UU KY. walaupun dengan catatan, proses yang dilaksanakan tidak mengabaikan faktor kualitas dari anggota KY terpilih kelak.
Selain melaksanakan fungsi pengawasan, DPR juga dapat menjalankan fungsi legislasinya. Dalam menjalankan fungsi legislasinya, sebenarnya DPR dapat mempergunakan momentum kali ini untuk mempercepat pembahasan RUU Revisi UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, sekaligus menambahkan satu pasal terkait dengan perpanjangan masa jabatan anggota KY. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun anggaran 2010 mencatat RUU Revisi UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagai salah satu poin target yang ingin dicapai. Namun, sampai saat ini, RUU Revisi UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial masih dalam tahap persiapan di DPR. Oleh karena itu, perlu inisiatif dan niat baik dari DPR untuk melakukan percepatan terhadap persiapan dari RUU KY dan selanjutnya membahasanya dengan Pemerintah, sampai akhirnya terbentuk revisi UU KY yang dapat dijadikan payung hukum yang kuat bagi perpanjangan masa jabatan anggota KY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar